Selasa, 29 November 2011
Aku Tetap Menantimu, Ma..
Diposting oleh Nanda Debora di 22.58
Aku duduk di teras rumah. Tidak ada yang kulakukan, hanya memandang langit malam dengan tatapan kosong sambil membelai anjing kesayanganku. Percy adalah nama anjingku itu, sekarang ia sedang menjilati tanganku,seakan berusaha menghiburku. Ya...meskipun ia hanya seekor anjing, tapi kurasa dia memahami apa yang kurasakan. Sementara itu, yang ada di pikiranku hanya mama.” Dimana ia sekarang,sedang apa, dan rindukah dia denganku?”itulah pertanyaan yang menggelayuti pikiranku.
Seminggu yang lalu,di tengah malam mereka ribut lagi dengan sebab yang akupun tidak tahu. Siapa lagi kalau bukan mama dan papaku. Aku terbangun karena teriakan yang papa tujukan kepada mama, sungguh cara bangun yang tidak menyenangkan,tapi ini sudah kerap kali kualami. Malam itu bukan kali pertama mereka bertengkar, dan setiap kali itu terjadi papa selalu berteriak sambil membating apapun termasuk daun pintu kamar mereka. Mama berteriak tak kalah kerasnya. Sedangkan aku,apa yang harus kulakukan? Yang selalu menjadi pilihanku adalah diam membeku di kamar, pura-pura tidur sambil berdoa semoga semua tak memburuk. Ya, aku memang tak punya nyali untuk angkat bicara, karena aku tahu dalam keadaan emosional seperti itu air mataku tak dapat kukendalikan, dan aku benci bila orang lain melihat air mataku.
Pagi di hari itu keadaan semakin memburuk. Papa mengambil parang dan membantingkannya ke arah kaca. Pecahan beling memenuhi lantai. Mama yang berjalan ke sumber suara mendapati keadaan yang baginya sudah sangat keterlaluan. Dalam sekejap,mama mengambil koper dan memasukkan bajunya kedalam koper itu. “ Mama sedang apa, mama tidak akan pergi kan?”,tanyaku dengan suara parau karena menahan tangis. Dengan tidak mengalihkan pandangannya dari baju-bajunya,mama menjawab,” Viola lihat kan apa yang dilakukan papa? Mama sudah habis kesabaran menghadapi kelakuan papamu. Mama harus pergi, Viola.”. “ Lalu bagaimana dengan aku,Ma?” ,sebutir air mata jatuh ke pipiku,tapi buru-buru kusapu dengan punggung tanganku. “Viola ingin ikut mama atau papa?”,tanya mamaku,kali ini ia menatapku. Apa yang harus kulakukan, aku tak bisa memilih satu diantara mereka, keduanya orang tuaku, dan aku ingin mereka tetap bersama.Lama aku hanya terdiam, pikirku jika aku ikut mama pastilah mama tak akan kembali kemari, karena selama ini alasannya bertahan hanyalah untuk aku. “Viola tidak akan kemana-mana, Viola akan menunggu mama disini”. “ Viola benar-benar tidak mengerti keadaan mama, mama tidak bisa bertahan lagi, Vi”, kata mamaku sambil memandangku dengan mata berlinang. “karena papa jahat kan,Ma? Tapi mama sayang Viola kan? Karena itu teruslah bertahan untuk Viola,Ma!”. “ Selama ini mama selalu berkorban untuk kamu,Vi. Tapi kali ini mama mohon mengertilah perasaan mama! Ikutlah dengan mama,Nak”. “Tapi Viola ingin keluarga Viola tetap utuh,Ma. Viola ingin tetap punya keluarga”,untuk saat itu aku benar-benar tidak mampu membendung air mataku. “Maafkan mama,Vi,mama benar-benar tidak bisa!”, itulah kata terakhir yang diucapkan mamaku sebelum pergi dari rumah.
Aku tak pernah mengerti jalan pikiran papaku,ketika mama pergi pagi itu,ia hanya berkata,” Biarkan saja, nanti juga mamamu akan kembali”. Kurasa papa terlalu percaya diri dengan mengatakan itu, aku tahu siapa mamaku,harga dirinya terlalu tinggi untuk kembali ke rumah setelah memutuskan pergi, keculi papaku memohon-mohon kepadanya.
Tiga hari setelah mama pergi aku masih sering menangis di kamar mandi. Berharap suara gemericik air menyamarkan tangisanku, dan dinginnya air memperkecil bengkak di mataku. Tapi beberapa hari setelah itu, rasanya air mataku sudah mengering, tak dapat menangis lagi, hanya hambar rasanya di hati ini. Sepi. Galau. Putus asa. Sering aku menghubungi mamaku, lewat telepon, sms, bahkan mengiriminya e-mail. Aku selalu menanyakan keberadaannya, tapi mamaku hanya menjawab bahwa aku tak perlu mencemaskannya karena ia baik-baik saja,selanjutnya ia memintaku menjaga diriku baik-baik. Mama juga bilang bahwa kapan saja bila aku sudah dapat memutuskan untuk mengikutnya pergi,ia akan menjemputku. Huh....memutuskan pergi berarti aku menyerah untuk menunggu mamaku dan membiarkan mereka bercerai, tapi berada disini denga papa yang tak pernah dapat kupahami membuatku seperti mayat hidup.
Setetes darah merembes keluar hidungku. Aku teringat hasil diagnosa dokter yang ingin kusampaikan kepada mama dan papa dihari ketika mereka bertengkar, tapi sayangnya malam itu aku tertidur karena kelelahan. Hasil itu menyatakan adanya sel kanker di otakku. Kupikir mungkin inilah akhir kisah hidupku. Bulan di langit malam ini mulai terlihat samar, perlahan kesadaranku memudar. Aku masih dapat merasakan Percy menjilat keningku saat aku ambruk di lantai sebelum semua menjadi gelap.
_TAMAT_
karya: Nanda Debora.P.M
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar